Cerita Gay – Seorang Sahabat
CERITA SEX GAY,,,,,,,,
Hari-hari kulalui dengan sedikit
membosankan.Pekerjaan di kantorku
sedang tidak begitu sibuk. Apalagi
cuaca Jakarta dan sekitarnya akhir-
akhir ini semakin panas. Belum lagi
isu bencana gempa dan stunami
yang membuat aku rada was-was
juga. Hari kerjaku hanya duduk di
depan komputer main game atau
internet. Semua yang kulakukan
untuk mengisi kebosananku terasa
sia-sia. Rasa bosan makin menggebu
…
Dengan kesendirianku, terasa sangat
sepi. Aku ingin suasana seperti SMU
dulu atau masa kuliah. Entah kenapa
rasa kangen itu tiba-tiba muncul. Aku
ingin sekali punya sahabat yang
mengerti aku. Tapi siapa? Yang ada
selama ini hanyalah sekedar kenal,
senang-senang dan berlalu begitu
saja. Ingin aku menghubungi teman-
teman sewaktu kos di Kramat, tapi …
ah. Nanti dosa lagi terjadi… aku
memang menjaga jarak dengan
teman-teman yang ketahuan gay
atau punya kecendrungan semacam
itu.
Sebenarnya aku ingin teman yang
dapat membawaku ke arah yang
lebih baik. Paling tidak aku dapat
tahu, kalo aku bersama seseorang
aku menjadi lebih baik. Baik secara
fisik maupun mental. Aku tidak mau
teman yang maunya ngikutin aku
saja. Aku bukanlah seorang
pemimpin yang baik yang perlu
selalu sebagai panutan. Atau aku
juga tidak mau ngikutin apa mau
seseorang, apalagi sudah tahu salah
atau dosa … Aku mau teman yang
dapat berdampingan. Yang dapat
saling memberi dan menerima, tanpa
pamrih, tanpa harapan dan
persyaratan.
Malam ini setelah makan malam
yang kubeli dari warung, aku nikmati
dengan bersantai di depan tv. Sendiri.
Joko beberapa hari ini jarang ke
rumah. Katanya sibuk mengurus om
Roni.
“Hai, Amran!” seruku ketika kulihat
Amran sudah berdiri di depan pintu.
Kemudian kupersilahkan dia masuk.
Malam belum begitu larut memang,
sekitar jam sepuluh.
“Aku mau tahu tempat tinggal
kamu,”katanya membuka
percakapan. Dia duduk di pinggir
bersandarkan dinding menghadap tv.
“Ya, beginilah,” kataku sambil duduk
di sampingnya. “Mau minum apa?”
“Kamu punya apa?”
tanyanya.Kemudian dia tertawa.
Pertanyaan gurauan …
Aku ingat baru masak air tadi. “Mau
kopi? atau teh?”
“Teh saja,” katanya.
Aku berdiri dan menuju dapur.
Kuambil dua gelas dan kutuang air
panas dari termos. Kemudian kuambil
dua sachet teh celup, kemudian
kucelupkan ke gelas. Sebentar
kemudian air di gelas berubah warna.
Ketika aku akan menungkan gula,
Amran sudah ada di sampingku.
“Aku pake satu sendok saja
gulanya,” katanya. Matanya sibuk
mengamati sekeliling. “Asik juga ya
tempatnya.” Kemudian dia cerita kalo
dia juga ditawarin ngontrak di sini
oleh Joko. Tapi dia nggak mau,
karena tempat kost sudah
diperpanjang sewanya untuk setahun
dan lagi dia merasa belum siap untuk
tinggal di rumah. Ya, tempat tinggal
yang kita bebas melakukan apa saja,
seperti di rumah sendiri. Kalau tempat
kost kesannya kan menumpang, jadi
harus sadar dirilah. kalo mau
‘macam-macam ‘ tentu berpikir dua
kali dulu.
Kutuang sesendok gula ke masing-
masing gelas. Kemudian dia
mengambil gelasnya dan aku
mengambil gelasku dan kami
berjalan ke ruang depan. Siaran tv
terasa membosankan. Banyak cerita
mistik atau sinetron yang asal cerita
saja. Belum lagi gosip kawin cerai
dari para selebritis. Mereka sebagai
figur masyarakat luas mestinya
memberi pengajaran yang baik,
bukannya ngomporin untuk berantem
dengan pasangannya.
Setelah duduk kembali di lantai,
Amran coba meminum tehnya. Tapi
masih panas. Dengan santai dia taruh
gelasnya di selangkangnya, persis di
atas kontolnya. Dia mendesah.
“Kalo lagi tegang begini ditempeli
yang hangat enak juga ya…” katanya
sambil memperlihatkan celananya
yang gembung dibagian depannya.
Aku senyum saja dengan tingkah
yang menggoda itu. Pelan-pelan aku
jadi terangsang juga. Ngebayangin
aku bisa menikmati kontolnya …Ada
rasa denyut sarafku dikepala karena
aku berusaha menekan nafsuku. Ah…
Amran membuka restleting
celananya, menaikkan bagian bawah
kaosnya sampai atas perut dan
memperlihatkan celana dalam warna
kuning yang sudah mencetak
kontolnya di situ. Kemudian gelas
tehnya di tempelkan ke kontolnya
yang masih tertutup celana
dalam.Pelan, takut isi gelasnya
tumpah. Dia mengelus pelan
kontolnya dengan sisi gelas sambil
matanya menonton siaran tv. Naik
turun dan kemudian gerakan
menyamping. Kulihat kontolnya
memang cukup besar sudah sangat
menonjol, seperti mau keluar dari
celana dalamnya. Kalau saja
ditegakkan ke arah pusarnya, pasti
sudah keluar dari celana dalamnya.
Kontolnya menyilang seperti mau
menembus tulang pinggulnya
Kerongkonganku terasa kering
menyaksikan itu. Kembali aku teguk
teh hangatku sambil menekan rasa
ingin untuk menikmati lebih Sesekali
pandanganku kuarahkan ke arahnya
yang sedang beraksi dengan gelas
panas dan kontolnya. Aku berharap
dalam hati dia mau mengeluarkan
kontolnya dan aku dapat melihat
utuh batangnya yang sangat besar
itu. Tapi dilain pihak aku berusaha
untuk tidak merespon apa yang
dilakukkannya. Entah berapa lama
dia melakukan itu, akhirnya dia
selesaikan sendiri dengan
mengancingkan kembali celananya.
Ada rasa lega bercampur menyesal
setelah melihat aksi Amran yang
diselesaikannya tanpa mengeluarkan
utuh kontolnya. Pelan kutarik nafas.
Jantungku masih berdetak agak
keras.
“Maaf, kupikir kamu suka…” katanya.
Padahal dia tidak tahu aku sangat
susah payah untuk bersikap biasa
melihat apa yang dilakukakannya
tadi. Sengaja otakku kupaksa agar
tidak memberikan reaksi terangsang.
Kembali kuhela nafas panjang
dengan pelan. Semoga dia tidak tahu,
kataku dalam hati.
Amran meminum tehnya. Diteguknya
pelan sambil matanya menatapku
dalam. Ada rasa risih dipandang
begitu. Kusisr rambutku dengan jari-
jariku untuk menghilangkan salah
tingkahku. Amran merapikan
celananya dan menurunkan kaosnya
menutupi bagian depan celanamya.
Kemudian dia cerita tentang dirinya
yang suka sama cowok. Terutama
yang keren, tambahnya. Lingkungan
tempat kerjanya di hotel memang
begitu, apalagi sesama karyawan,
hubungan untuk bermesra-mesra
antar lelaki banyak cerita. Semua
terasa biasa dan lumrah.
“Berat sekali aku untuk menolak
semua godaan itu. Kalu saja aku
tidak ingat Tuhan atau dosa, mungkin
aku sudah terjerumus bebas …”
katanya. Istilah ‘terjerumus bebas’
yang disampaikannya membuat aku
tersenyum.
“Mestinya kamu bersyukur masih
dapat menahan diri…” kataku
menghibur.
Dia mengangguk. Kami terdiam
beberapa saat. Seperti ada syetan
yang lewat…
Ada sesorang di teras. Joko mungkin,
kataku dalam hati. Benar juga,
setelah mengucapkan salam dia
melangkah masuk.
“Udah lama ya, mas Amran?” tanya
Joko sambil melangkah ke dapur
dengan membawa bungkusan.
“Ya…” jawab Amran. “Kamu kemana
saja Jok, jarang kelihatan.”
Beberapa lama kemudian Joko
datang dengan piring yang penuh
dengan pisang dan singkong goreng.
Hm, ini makanan kesukaanku. Angin
malam berhembus pelan dari pintu
yang terbuka …
“Wah, Joko lagi bahagia nih…”
kataku. Kuambil sepotong pisang
goreng yang masih hangat terasa.
Kemudian aku ke ruang tidur untuk
mengambil tissu. Kembali ke ruang
tamu, kulihat Joko meminum tehku.
“Hei… bikin minum sendiri saja…”
kataku sambil merebut gelas yang di
tangan Joko. Dia tertawa saja.
“Enak juga ya …?” komentarnya
sambil berjalan ke dapur.
Kami ngobrol bertiga. Topik macam-
macam hal, dari olah raga sampai
politik, dari makanan sampai masalah
agama. Lewat tengah malam, Amran
pamit pulang. Joko menawarkan
untuk nginap saja sambil
meneruskan percakapan tadi.
“Lain waktu saja,” katanya. Ada nada
yang aneh dari jawabannya. Aku
tidak tahu pasti apa. Perasaanku
mengatakan ada nada kecewa di
sana, tapi dengan segera kutepiskan.
‘Kecewa apa-an?’
Joko segera merapikan makanan
yang tersisa dan mengambil gelas
untuk segera di cuci. Anak rajin
memang, kataku dalam hati. Setelah
aku menutup pintu aku ikuti dia dari
belakang menuju dapur.
“Aku menjual semua yang dibelikan
om Roni,” katanya sambil mencuci
gelas. Aku berdiri di sampingnya. Aku
memang tidak bertanya, dia dapat
duit dari mana untuk membeli
makanan tadi. Dia sendiri yang
berinisiatif bercerita.
Setelah itu kami menuju ruang
tengah. Aku rebahkan matras tempat
tidurku dan merapikan alasnya. Aku
duduk di atasnya. Joko sedang
bersedih kulihat. Aku mesti
mendengarkan dia. Dia duduk di
sampingku.
“Kamu dari rumah sakit?” tanyaku.
Dia mengangguk. “Om Roni minta
aku terus menemani dia,” Joko mulai
bercerita. Dia mengakui kalau om
Roni orangnya baik sekali. Tapi dia
tidak bisa terus-terusan bersama om
Roni. Dosa, katanya. Tidak jelas apa
yang dia maksud dengan dosa itu.
Anak abg, masih 17 belasan tahun,
bisa juga menahan diri untuk senang-
senang menikmati kekayaan orang
lain.
Aku baru tahu kalau om Roni
termasuk orang yang sukses dengan
bisnisnya. Dua perusahaanya yang
ada sudah diberikannya kepada
kekasihnya, alias teman homonya
sebagai tanda cintanya. Sekarang dia
memimpin perusahaannya yang lain.
Hubungan yang tidak lazim itu
memang tidak berumur lama, tidak
akan, setelah pacarnya menikah dan
punya anak, putuslah hubungan
mereka. Om Roni sudah melerelakan
semuanya. Merelakan pacarnya,
perusahaaanya dan semua yang
telah diberikannya.
Dengan kesendirian itu, dia bertemu
dengan mas Wawan. Hubungan
gelap itu memang tidak berlangsung
lama sampai mas Wawan dapat
musibah dan om Roni diserang
stroke. Dari cerita itu semua, Joko
merasa hubungan dia dengan om
Roni memang sesuatu yang tidak
baik. Joko mengeluarkan duit dari
sakunya. Lumayan banyak, lembaran
seratus-ribuan.
“Aku tidak tahu mau diapakan duit
ini,” katanya.
“Kamu disuruh om Roni ?” tanyaku.
“Tidak. Cuma aku nggak mau
memakai pemberian om Roni.
Rasanya…” Dia menggelengkan
kepalanya seperti menghapus segala
hal yang telah menempel di sana.
Kusarankan pada Joko untuk
menyimpan kembali duitnya dan
membicarakannya nanti dengan om
Roni. Pasti om Roni mau mengerti,
kataku. Kerisauan masih terpancar di
wajahnya.
Kurebahkan tubuhku di kasur sambil
memiringkan tubuhku ke arah
Joko.Kupejamkan mataku.
Membayangkan kesetiaan om Roni
terhadap orang-orang yang di
sekitarnya. Apakah itu persahabatan
atau hubungan saling
menguntungkan? Selama ini Joko
hanya melayani nafsu sexnya om
Roni, tanpa ada rasa suka. Joko
memang tidak menolak karena rasa
ingin tahunya sebagai remaja juga
tersalurkan. Tidak seperti umumnya
orang yang memang punya
kecendrungan gay yang diominan,
bisa saja apa yang didapat www.ceritagay.uiwap.com
dari om Roni boleh jadi menjadikannya
sebagi gaya hidup baru.
Joko memang beda, walau punya
riwayat yang sangat menyedihkan.
Sejak kecil, berawal sejak kelahiran
adiknya – Anwar – bapaknya pergi
meninggalkan istri dan anak-anaknya
Joko yang masih kecil itu memang
tidak mengerti, kenapa ada seorang
bapak yang tega seperti itu. Hari-hari
pada masa anak-anak ada rasa
kangen dipeluk, digendong dan
disayang sang bapak kandung.
Kerinduan itu memang dipendam
dalam-dalam. Dia tidak mau
membuat ibunya sedih. Menjelang
dia remaja, saat masa kanak-kanak
yang sepi dari belaian kasih sang
ayah, ibunya dilamar oleh duda.
Bapaknya yang sekarang, yang
memberi kebahagiaan dan
kecukupan hidup yang selama ini
tidak didapatnya dari bapak
kandungnya.
Mungkin karena merasa bapak tirinya
hanya sebagai suami ibunya, jadi
Joko tidak terlalu dekat dengan
bapak tirinya itu. Jadilah dia mencari
figur bapak kepada laki-laki lain yang
diinginkannya. Tapi berefek dia
seperti seorang gay, yang mencintai
sesama jenis.
Sekarang Joko bimbang dengan
kedekatannya dengan om Roni. Figur
bapak yang dicarinya dimanfaatkan
om Roni untuk melayani nafsu
sexnya Ah, kenapa ada manusia
yang tidak dapat mengerti kodratnya
sebagai manusia?
“Mas Yadi,” bisik Joko di sampingku.
Rupanya aku tertidur, dan
membiarkan Joko sendiri duduk
disampingku. “aku mau tidur di
samping mas Yadi,” pintanya pelan.
Ada nada rinu di situ.
Segera aku geser tubuhku mendekati
tembok. Joko rebahan di sampingku.
Aku miringkan tubuhku dan memeluk
Joko yang tidur membelakangiku.
Tangan kananku awalnya memeluk
lengannya, kemudian pelan
kugerakkan tanganku menyelusuri
pinggangnya dan dengan pelan
kuturunkan sampai pinggulnya.
Tangannya masih mendekap
dadanya. Kudekatkan wajahku ke
kekepalanya. Dia pasti merasakan
dengus nafasku di kupingnya.
Pinggulnya bergerak, sepertinya
mengundang tanganku untuk
menyelusuri bagian depannya. Pelan
tanganku bergerak ke depan
pinggulnya dan kurasakan tonjolan di
situ. Kudekap pelan kontolnya yang
sedang menegang itu dengan telapak
tanganku. Kurasakan denyutnya,
kurasakan hangatnya.
Entah setan mana yang mendorong
tanganku untuk mnyelusupkan
tanganku ke balik celananya dan
masuk kebalik celana dalamnya.
Kurasakan ototnya yang begitu
ramping. Dari tulang pinggulnya
kujelajahi telapak tanganku kembali
menemukan perut bagian bawahnya
yang rata dan padat. Pelan
kuturunkan telapak tanganku, jariku
menyentuh bagian atas ontolnya.
Ada cairan yang licin di situ. Ku elus
pelan kepala kontolnya, kemudian
turun ke pangkalnya dan naik lagi.
Jantungku mulai berdetak kencang
memberi sinyal rangsangan. Dia pasti
dapat merasakan tekanan kontolku
di bokongnya. Kudengar dengus
nafasnya yang makin kencang ketika
tanganku menekan dan
menggenggam kontolnya. Akhirnya,
kutarik keluar tanganku dan kembali
mendekap tangannya di didadanya.
kami masih tidur miring dan aku
memeluknya dari belakang. Malam
terasa makin dingin.
“Tidak usah diteruskan ya…” kataku
sedikit bergetar menahan nafsu. Ya,
harus tahan diri. Selama ini Joko
sudah kuanggap sahabat dan
saudara, tidak mungkin kami saling
menyakiti dan saling berbuat dosa.
Kembali aku menarik nafas panjang
dan menghembusnya pelan. Kuulangi
beberap kali, dan Joko melakukannya
juga.
Dalam hati aku berdoa, semoga aku
tetap dilindungi dari segala godaan.
Dan beberapa kali aku menyebut
nama Allah dan istigfar. Sengaja aku
tidak lepaskan pelukanku, sampai
akhirnya aku kembali tertidur.
Sebagai sahabat, tak mungkin aku
menodainya dengan hal yang
berdosa. Ada pendapat, kalau mau
berbuat dosa, jangan sampai
mengajak teman. Karena belum
tentu sang teman akan tetap jadi
teman. Pada saat dia jadi lawan kita,
boleh jadi semua noda dosa akan
terungkap untuk mengahalangi kita.
Sahabat memang sangat diperlukan
dalam dunia ini. Apakah saudara dan
keluarga dapat dijadikan sahabat?
Atau sahabat dapat dijadikan
saudara dan keluarga? Ah, semua
sangat menyenangkan. Ibarat
burung, yang dapat terbang jauh
karena terbang bersama-sama.
Tujuan besar kita, apapun itu, akan
dapat dicapai bila ada sahabat-
sahabat di sekeliling kita.
Usahaku hanyalah menjadi sahabat
yang dapat membuat orang lain
menjadi berani, atau aku sendiri juga
berani untuk menunjukkan diri siapa
diriku sebenarnya. Sahabat adalah
bagian penting dari jalan panjang
hidup kita.
Ketika aku menggeliat bangun, masih
kulihat Joko tertidur. Tapi tanpa
busana! Ya Tuhan kenapa godaan ini
datang lagi? Aku lihat Joko begitu
indah dengan tubuh telentang pasrah.
Kontolnya yang layu di pinggulnya
seperti mengundang aku untuk
mengeksploitasinya. Pelan Joko
bangun, mungkin terasa dia aku
memperhatikannya. Kami tanpa
bersuara, diam, tapi mata dan tubuh
kami saling bicara. Kami berpelukan
lagi dan sebentar kemudian, dengan
mudah aku juga telanjang di depan
Joko. Kontol kami saling menekan.
Kami menikmati apa yang kami
lakukan. Sampai akhirnya … Ah…
Celanaku kembali basah karena
semprotan spermaku sendiri. Aku
mimpi basah! Kulihat Joko masih tidur
nyenyak dengan pakaian lengkap,
tidak seperti dalam mimpiku tadi. Ya
Tuhan, kenapa seringkali mimpiku
seperti ini? Mimpi berhubungan
dengan laki-laki. Entah kenapa aku
jadi merasa berdosa. ‘Aku mau
mimpi yang normal saja, ya Allah!’
batinku berdoa.
Tak mungkin aku begini terus. Dia
sahabatku, seperti dia juga
menganggap aku sahabat. Aku ingin
jadi sahabat yang dapat
mendorongnya bila dia berhenti,
sepatah kata bila kesepian, petunjuk
arah bila tersesat, senyuman sabar
ketika berduka, juga lagu gembira
ketika sedang bahagia. Mampukah
aku sebagai sahabat begitu? Tak
mungkin aku turuti nafsuku. Atau aku
dapat menghentikan ketika meluncur
terjun kearah dosa. Aku juga mau
sebagai sahabat yang siap
mendengar bila orang lain
mengatakan sesuatu, yang peduli
dengan masalahnya dan bisa sebagai
tempat berbagi rasa, tempat
mencurahkan apa yang ada dalam
hati.
Pelan aku bangun. Aroma spermaku
terasa kental. Aku mau mandi dan
sholat. Kulihat jarum jam sudah jam
tiga dua puluh menit. Diluar masih
terdengar suara jangkrik dan
kentongan petugas siskamling.,,,,,,,,,,,,,,,,,,